Terima kasih.


Mungkin inilah kata-kata yang paling layak aku berikan kepada kalian.
Kalian sungguh luar biasa.
-kepada seorang teman yang tak pernah membiarkanku berbicara sendiri-

Dan, aku hanya bisa terdiam. Di sebuah kursi, ketika kelas belum dimulai. Masih sepi tidak ada seorang pun, hanya ada aku. Alunan musik yang aku dengar, kuperbesar volumenya sehingga tidak ada yang bisa mengganggu kesendirianku. Menutup mata, bahkan tak peduli siapapun yang datang ke kelas. Barangkali, ini adalah hal yang cukup biasa di kalangan mahasiswa. Tapi di  mana esensinya ? Seorang mahasiswa yang datang terlalu pagi atau ketidakpeduliannya. Mungkin, ketidakpedulian yang akan aku jelaskan di sini.
Pagi itu, aku merasa tidak ada lagi hubungan dengan salah satu perkumpulan. Aku memutuskan menghindar (itu juga karena ketidakpedulianku). Sepertinya aku juga sudah tidak dianggap salah satu dari mereka. Entah kenapa, rasanya dulu aku begitu lekat dengan stigma-stigma yang selalu mereka katakan di depanku. Tapi sekarang ? Justru dia yang bukan sama sekali anggota terlihat sibuk mengatur acara.
Mungkin ini adalah akibat dari ketidakpedulianku dan juga karena keegoisanku. Aku harus terima. Mau tidak mau. Aku menyingkir dari semua itu, ada alasannya. Tapi masihkah kalian peduli dengan omelanku. Ataukah karena aku hanya diam kalian juga seolah tidak peduli.
Aku menerima segala konsekuensi. Aku jatuh, tapi bangkit lagi. Aku bukanlah seorang wanita yang pendiam. Tapi kalian menyuruhku untuk membuktikannya. Namun sayang, aku membenci hal itu.
“Dia hebat ya, tidak menyusahkan orang lain.”
Terima kasih kepada Ebey, yang selalu mendukungku dengan menyebutku wanita yang kuat. Dia mengatakan bahwa aku bukan wanita yang cengeng dan selalu menangis. Dia berkata bahwa aku sangat tekun berusaha meskipun menurutku aku sendiri orang yang  lemah.
Aku berharap sapaan itu masih melekat padaku. Tapi sekarang, aku hanya bisa terdiam sambil mendengarkan musik dan tertidur di kelas. Dulu aku begitu bangga menceritakannya pada kalian. Sekarang, aku bukan hanya miskin cerita, tapi miskin kepedulian.

Aku berusaha untuk lebih baik lagi dalam menyelesaikan berbagai hal, termasuk mengatur hidupku. Tidak ingin terlalu banyak bercerita karena hanya aku sendiri yang mempu merasakan, bukan orang lain. Tidak mengerti, dan biarkan seperti itu. Tuhan tahu apa yang aku inginkan, dan Ia tahu kapan waktu yang tepat untuk mereka tahu apa yang aku harapkan dan aku inginkan. Ingat, dalam satu perkumpulan tidak semua keinginan bisa terpenuhi. Hanya suatu keputusan yang bersifat mayoritas dan baik untuk mereka, mungkin itu yang akan diambil. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aaaaaaaaaaaaaaaaarrgh !!

KKN itu (2)

Cinta (Rose) Ala LEE HI