Ini bukanlah hal yang mudah. Berdiam di satu tempat yang sebenarnya sangat menyakitkan. Aku diam, sekali lagi. Berharap tidak ada seorang pun berbicara tentangku. Seringkali, aku mengalihkan perhatianku pada handphone, berharap semoga tatapan aneh itu tidak menderaku.
Aku melihatnya, berjejer lengkap dengan masing-masing laptop, rokok dan kepulan asap. Tentu saja dengan tawa mereka yang memandangku aneh. "Eh, udah lama ngga kelihatan. Sekarang sibuk apa ?" Pertanyaan itu, selalu saja mereka tanyakan. Sebenarnya, aku ingin bilang "aku lelah". Istirahat sebentar dari berbagai kesibukan. Ibuku juga begitu, ia lelah bekerja untukku.
Harus aku akui, aku begitu egois. Berusaha meniadakan tatapan itu, berusaha pergi dan lari, berusaha berhenti tanpa berkata apapun. Aku memang sangat egois, sangat egois. Itu sifat, tak bisa diubah. Pelan-pelan aku berusaha agar sifat itu menghilang dari diriku, tapi sampai saat ini apakah hilang ? Masih.
Miris, aku melihat diriku sendiri. Begitu pun dengan suasana rumah yang sangat mengejutkan. Ayah yang sangat sibuk dengan tugasnya sendiri, sedangkan aku diperbudak membantunya. Bisakah aku menolaknya ? Tidak. Aku terkejut, sangat terkejut. Rumahku, kini aku tidak bisa tidur dengan nyaman di dalamnya. Ibu, sesosok wanita yang paling kucintai di dunia ini juga sama. Tidak adil ! Bagaimana bisa seorang ibu membedakan perlakukan antara anak pertamanya dan anak kedua ? Tidak ada ungkapan ataupun kata-kata seperti ini ("Cah wadon ki tangine esuk, saru, ra elok !) pada adikku. Sedangkan aku, bangun jam 5.00 pagi pun ayah sudah mengatakan kalau aku ini pemalas dan sebagainya. 
Aku harus bangun pagi, sedangkan adikku bangun pukul 06.00 pun tidak apa-apa. Menangis dalam hati, berharap ada yang mendengarku, Tuhan. Ia memberikanku kesehatan yang sangat luar biasa. Sakit perut pun bisa aku tahan. Rasa lelah pun aku hajar dengan semangat. Bahkan pulang kuliah pun, aku harus mencuci peralatan, seperti piring, wajan dan yang lainnya. Sementara adikku, "pulang saja sampai malam", gerutuku dalam hati. Apa karena adikku mendapatkan beasiswa sehingga ia bisa memperoleh keistimewaan ? Susah sekali hidup ini. 
Keluhanku sama sekali tidak dimengerti, saat aku marah dan mendiamkan mereka. Ibuku, "Mbok jangan marah-marah terus to." Ibu tahu aku marah, tapi tidak pernah bertanya mengapa aku marah. Hah, aku ini memang payah. Seharusnya, ketika marah, aku menempelkan catatan kaki ataupun kutipan.
Terus terang aku kecewa. Kecewa pada orang-orang di sekitarku. Ibuku yang sembilan bulan mengandungku dan 20 tahun membesarkanku, mendampingiku hingga sekarang tidak bisa mengenal perilaku yang seperti ini. Ia hanya memahami anak gadisnya yang mendapat beasiswa itu. Cukup sudah ibu, aku hanya memandangmu sama seperti dirimu memandangku. Aku mengerti dirimu tapi ibu tidak mengerti aku. Bahkan makanan kesukaanku pun ibu tidak tahu. Orang yang selalu aku sapa dengan "Mama" ini sama sekali tidak mengerti diriku.
Lalu ini kesalahan siapa ? Aku akan menyalahkan diriku sendiri. Tidak terbiasa bercerita, pendiam dan sangat tertutup. Sangat membenci orang yang sama sekali tidak menghargaiku. Bila aku lahir kembali, bisakah aku memilih  ibu, Tuhan ??

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aaaaaaaaaaaaaaaaarrgh !!

KKN itu (2)

Cinta (Rose) Ala LEE HI